Laman

Sabtu, 25 Februari 2017

Pelajaran Mengarang

(cerpen)

Pelajaran mengarang sudah dimulai.

Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.
Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.
Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.  Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci.
Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak menyenangkan.
Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.
“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara  dalam ingatannya, yang ingin selalu dilupakannya.
***
    
Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.
“Mama, apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Apakah Sandra harus berterus terang? Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tak punya gambaran tentang sesuatu yang pantas ditulisnya.
Dua puluh menit berlalu. Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami. Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota berhari-hari entah ke mana.
Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton.
“Anak siapa itu?”
“Marti.”
“Bapaknya?”
“Mana aku tahu!”
Sampai sekarang Sandra tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menujuk-nunjuk mereka.
“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”
“Ini titipan si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.
***
Tiga puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki kanannya selalu naik keatas kursi.
Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.
“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
Wanita itu tidak menjawab, ia hanya menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih mengingat kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap pertanyaan hanya akan dijawab dengan “Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
“Mama kerja apa, sih?”
Sandra tak pernah lupa, betapa banyaknya kata-kata makian dalam sebuah bahasa yang bisa dilontarkan padanya karena pertanyaan seperti itu.
Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seprti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan es krim sambil berbisik, “Sandra, Sandra …”
Kadang-kadang, sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”
“Seperti Mama?”
“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. Namun wanita itu tak selalu berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku yang lain. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager …
Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.
     
DITUNGGU DI MANDARIN
KAMAR: 505, PKL 20.00
     
Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Kalau sudah begitu Sandra akan merasa sangat merindukan wanita itu. Tapi, begitulah , ia sudah belajar untuk tidak pernah mengungkapkanya.
***
Empat puluh menit lewat sudah.
“Yang sudah selesai boleh dikumpulkan,” kata Ibu guru Tati.
Belum ada secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Beberapa anak yang sampai hari itu belum mempunyai persoalan yang teralalu berarti dalam hidupnya menulis dengan lancar. Bebarapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkannya segera berlari keluar kelas.
Sandra belum tahu judul apa yang harus ditulisnya.
“Kertasmu masih kosong, Sandra?” Ibu Guru Tati tiba-tiba bertanya.
Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Mama, Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya berbisik.
Ia  juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang. Wanita itu barangkali mengira ia masih tidur. Wanita itu barangkali mengira, karena masih tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhnya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika dikolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama …” dan pipinya basah oleh air mata.
“Waktu habis, kumpulkan semua ke depan,” ujar Ibu Guru Tati.
Semua anak berdiri dan menumpuk karanganya di meja guru. Sandra menyelipkan kertas di tengah.
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.
Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:
Ibuku seorang pelacur…
                     
Palmerah, 30 November 1991

Pengarang : Seno Gumira Ajidarma





Komentar : Penggambaran tokoh Sandra

Diceritakan, Sandra adalah anak sekolah dasar kelas V. Ia memiliki kisah hidup yang jauh berbeda dari teman teman lainnya. Mulai dari ayah yang tidak jelas sampai kurangnya kasih sayang dari seorang ibu. Namun di cerita tersebut, Sandra memiliki hati yang tulus, ia selalu patuh terhadap ibunya meskipun  tak jarang ia mendapat makian dari ibunya karena keingin tahuan sandra terhadap carut marut keadaan sang ibu. 
Penggambaran sosok sandra yang seperti itu menurut saya sangat jauh dari kata baik. Bagaimana tidak, masa anak anak yang seharusnya menjadi masa masa menyenangkan justru menjadi momok buruk bagi sandra. Kasih sayang yang sebenarnya memang menjadi hak sandra dari kecil sudah terkikis dikarenakan ketidak harmonisan keluarganya. Sandra, murid SD kelas V yang hatinya tak bisa terpatahkan hanya karena kehidupannya yang mungkin bisa dikatakan sebatang kara. Sandra sosok yang kuat, ia tegar menghadapi segalanya. Namun apapun itu, sandra adalah anak kecil, memori dalam otaknya harus diisi dengan kebahagiaan, kasih sayang dan hidup yang menyenangkan, bukan penuh tekanan. Ia berhak untuk hidup layaknya anak lain yang selalu gembira dengan uang halal untuk menunjang kesenangannya.

Senin, 20 Februari 2017

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG

Assalamualaikuum gaesss,
Hmmm gatau mau ngomong apaa, tapi ini kan pertama kali posting yaa jadi kayaknya aku mau perkenalan  aja dehh. Oke oke???
Namaku, Aulia Savira Putri Antony umurku 19 tahun. Panggil aku Putri. Aku asli lumajang dan aku 3 bersaudara. Aku dulu smp sma di lumajang, dan sekarang aku kuliah di UMM smt 2. Jujur aku orangnya suka banget shopping, haha. Naluri wanita lah yaa, dan aku gasuka baca bukuu (tapi kalo buku yg berkaitan dg matkul, aku suka) kalo buku buku kyak novel, komik, filosofi, sejarah apalagi ituu aku gaaak sukaa polll ``nggarai angop"


Aku di sini kos, sekedar tau yaa, aku kos udah mulai kelas 2 smp sampe sekarang. Kosku disini alhamdulillah dapet muraah banget.aku sekamar bertiga sama anak sumbawa dan mojokerto. Meskipun bertiga, kamar kita masih cukup kok buat satu anak lagi wkkwk. Kamarku luaaass banget, ukurannya 10 x 4,5, luas kan??? Ada tv nya, kipas angin, kamar mandi dalam, ada dapur, wifi juga ada, listrik udah gratisss, bawa alat elektronik lagi juga bebas biayaaa. Mangkanya aku bersyukur banget dapet kosan inii. Hmmm. Oiya harganya itu satu anak 2juta/ tahun. Murahh kann??? Jangan iri ya gaess, rejeki anak sholeh mungkin yaaa hahahaha. Ibuk kosku disini juga baik, bapak kos juga, mereka suka ngasih kita makan. Beliau kan agamanya Katolik yaa, jadi kalo habis doa itu kita pasti dapet makanannya dari doa ituuu, kadang roti, kadang juga nasi dan lauk lauknyaa. Mangkanya kita juga sering doain mereka supaya ibuk kos dan bapak kos juga sering sering doa wkwkwk. Waktu itu juga pas natalan, ibu kosku kan buat kue putri salju kalo gasalah namanya, nahhh kita dikasih setoples besar cobaaa. Enak banget kann? Dijamin gabakal kelaperan kalo kos disini hahaha. Sayangnya, kosan ku ini kamarnya cuman 3 dan udah full semua, dua kamar lainnya isinya cuman bisa satu anak soalnya ukuran kamarnya juga kecil, cuman 3 x 3 (ada kamar mandi dalemnya juga)
Aku suka banget dengerin murotal atau enggak sholawat, tapi jangan dikira karna kesukaanku itu, iman aku kuat lah, alim lah dll. Sama aja! Subuh aja aku suka mepet mepet kalo bangun hehe (tapi aku berusaha kok biar bisa sholat diawal waktu terus, meskipun itu prosesnya harus bisa banget ngelawan males). Disamping itu, aku juga suka dengerin dangdut hahaha, apalagi acara D Academy di Indosiar itu aku slalu liatt, bukan karena liat goyangannya atau apanya, emang dari situ aku bener bener liat kualitas suara yang bagus mana yang enggak dan juga di dangdut itu juga ada cengkok cengkok yang hampir sama dengan cengkok qiroah yang aku juga suka itu (itu hubungannya antara aku suka dangdut, murotal, qiroah, dan sholawat).
Aku itu anaknya masih labil, gampang kepengaruh orang lain. Tapi sejauh ini sih untungnya aku masih berjalan dijalan yang benar Alhamdulillahh. Aku suka makan, suka es krim, suka es teler, suka jus, mie jogging, jambu kristal, semuanyaa aku suka hahaha. Makanya aku agak gendats anaknya :D aku gak suka kotor, dan menurutku sendiri sih aku itu bersihan, tapi kalo udah males ya nunda nunda gituu, tapi kalo udah semangat atau risih liat yg berantakan berantakan gitu wussshhh ingin rasa diriku untuk mengeclingkan semuanyaa hahah. Hiperbola yaa... maap :p, oiya aku juga gak bisa terlalu sabar anaknya, dan aku juga gak baik baik amat hehe, pernah aku ninggalin temenku dikampus gara gara lama, padahal dia berangkatnyaa sama aku. Jahat kan aku? Maap yaa temenkuu :( diriku menyesal
Untuk masalah cinta, hmm pernah sih aku pacaran dulu waktu smp sma, tapi semakin kesini semakin ngerti mana yang haram dan mana yang halal. Jadi kalo sekarang, gak lagi yg main main, cuman butuh yg siap nikahin. Hahahaha wenaaakkk (emang ada yg mau????? Ndungo wae wes)
Kayaknya cukup sekian perkenalan dari saya, apabila ada pertanyaan bisa follow IG saya @ayoosholat hahaha, Wassalamualaikum ........ :) BAY BAYYYY :*